19 September 2013

Pasrah diri hanyalah kepada Ilahi

 Ya Allah…
Saat aku semakin tahu diri-Mu
Maka semakin ku tahu
Bahwa diri ini penuh kotoran dan debu
Yang menutupi kalbu
Banyak salah dan dosa
Yang menyelimuti sukma
Dan banyak lupanya
ketimbang ingatnya pada-Mu

Oleh karena itu,
Maka ijinkan hati ini menjadi bersih,
Biarkan sukma ini bercahaya
Dan diri ini selalu mengingat-Mu
Ya Allah…
Saat aku semakin dekat dengan-Mu
Maka semakin ku tahu
Bahwa semakin dekat diri ini menuju kematianku
Sulit ku berkata bahwa
Diriku kan mampu hidup seribu tahun lagi
Tak yakin ku berujar bahwa
Ku tak akan menemui kegelapan tanah
Sampai diri ini sudah bebas dari dosa
Dan tak ada seorangpun yang menjaminku bahwa
Diri ini akan bebas dari sakitnya himpitan tanah
Dan jauh dari siksa-Nya
Oleh karena itu,
Bukanlah yang ku mau Kau memperpanjang waktuku
Tapi kumohon ijinkan aku mengisi sisa waktuku
Untuk mempersiapkan kematianku
Dengan mengikuti petunjuk-Mu
Ya Allah…
Saat aku semakin cinta pada-Mu
Maka semakin ku tahu
Bahwa semakin ku malu meminta pada-Mu
Sebab diri menyadari
Terlalu banyak diri-Mu memberi
Dan Kau pun tak peduli
Apakah dari mulutku keluar ucapan terima kasih
Atau dari hatiku tersirat kata-kata penuh puji
Oleh karena itu,
Ijinkan aku memberi bukti
Bahwa cinta ini sebagai sinyal diri
Akan kepasrahan hati
Menerima apapun yang menurut-Mu
Inilah yang terbaik untukku
(Muhamad Ali, Pondok Kopi 8 Nopember 2012)

Saudaraku, dalam satu tulisan di sebuah Harian tanggal 02 Nopember2012, Prof Dr. Nasaruddin Umar menceritakan, bahwa suatu ketika di musimhaji, ada seorang Sufi (mungkin sudah menjadi Wali) menunaikan ibadah haji.Tibalah waktunya semua jama’ah haji melakukan wukuf di Padang Arafah, termasuk juga sang Sufi. Kemudian ada seseorang yang berkata kepadanya, ‘banyak sekali jama’ah yang berihram putih melakukan wukuf di sini…’. Lalu mendengar itu sang Sufi pun berkata, ‘sungguh yang aku lihat di sini banyak sekali khimar-khimar (binatang sejenis keledai) yang memakai ihram putih…’. Begitulah, mungkin untuk kita yang awam akan melihat mereka adalah manusia, tapi untuk orang-orang yang dipilih (seperti Wali), maka Allah SWT memperlihatkan kepada mereka bukanlah manusia pada umumnya, tapi manusia yang berkepala seekor binatang seperti khimar (keledai). Namun apakah ada manusia yang berkepala binatang? Wallahu a’lam hanya Allah SWT saja yang tahu. Dalam Alqur’an banyak sekali ayat-ayat yang menyerupakan seseorang seperti binatang, namun ini berkaitan dengan sifat dan sikap seseorang itu terhadap perintah dan larangan Allah SWT. “Dan sesungguhnya Kami jadikan isi neraka Jahannam bagi kebanyakan jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka semua bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf (7) : 179) Atau pada ayat lain disebutkan, “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti
apa-apapun” (QS. Al-Anfal (8) : 22)
Pernah pada suatu Blog saya membaca sebuah kisah nyata, di mana dikisahkan ada seorang wanita yang sudah 7 kali menunaikan haji, tapi tidak sekalipun mampu melihat Ka’bah, setiap dirinya di depan Ka’bah tiba-tiba matanya menjadi gelap seperti buta. Padahal sebelum masuk Masjidil Haram
penglihatannya normal-normal saja dan dirinya dalam keadaan sehat. Dan pada akhirnya seorang anaknya mencarikan seorang ulama yang dikenal kesholehannya untuk ditanyakan permasalahan ibunya tersebut. Akhirnya sanganak ‘memaksa’ ibunya untuk berkonsultasi kepada ulama tersebut yang kebetulan bertempat tinggal di Abu Dhabi (Uni Emirat) mengenai kenapa ibunya tidak sekalipun dari 7 kali menunaikan ibadah haji tidak mampu melihat Ka’bah. Akhirnya sang Ulama tersebut bertanya, kira-kira dosa apa yang mungkin telah dilakukannya sehingga dirinya tidak bisa melihat? Setelah agak lama mengingat, akhirnya wanita ini pun berkata. “Ustad, sewaktu muda saya bekerja sebagai perawat…’. ‘Oh perawat itu pekerjaan mulia…’, ujar Ulama tersebut. Wanita itupun melanjutkan, ‘tapi saya mencari uang sebanyak-sebanyaknya dengan berbagai cara, tanpa peduli uang itu halal atau haram. Dan salah satu cara saya mendapatkan uang adalah dengan cara menukar bayi, karena tidak semua ibu yang melahirkan senang dengan bayi yang dilahirkannya. Kalau ada yang ingin bayi laki-laki, sedang ia melahirkan perempuan, maka saya tukar bayi itu dengan imbalan uang…’. Sang Ulama pun terperangah, ‘astagfirullah… begitu teganya wanita ini. Begitu banyak wanita yang tersakiti hatinya jika tahu anaknya ditukar oleh anak orang lain dan begitu banyak keluarga yang dirusaknya, sehingga tidak jelas nasab (silsilah keturunan)nya’.
Saudaraku, sudah beberapa tahun ini kita saksikan di televisi berita tentang banyaknya jama’ah haji yang ‘gagal’ berangkat dengan berbagai alasan, ada yang sakit parah sehingga harus ditunda, ada yang tidak keluar visanya, ada yang terkena pengurangan kouta haji 20% karena saat ini Masjidil Haram sedang direnovasi, bahkan ada yang di tipu oleh oknum dari suatu perusahaan travel haji dan lain sebagainya. Bisa jadi ini merupakan ujian agar bersabar dan juga agar dapat mempersiapkan diri untuk dapat melaksanakan haji di tahun depan sehingga pelaksanaan hajinya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya. Namun, bisa jadi ini bentuk ‘penolakan’ Allah SWT atas kedatangan mereka, kalau orang biasa bilang ‘belum ada panggilan…’. Sungguh antusiasme orang Indonesia untuk berhaji sangat-sangat besar, ini dibuktikan dengan waktu menunggu (waiting list) untuk bisa berangkat ke tanah suci minimal 3 tahun, bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta ini bisa 5 – 8 tahun. Dengan lamanya keberangkatan itu, maka banyak dari calon jama’ah haji yang tidak sabar untuk dapat menunaikan ibadah haji, sehingga mereka mencari berbagai cara agar bisa cepat berangkat haji walaupun cara yang dilakukan itu tidak sesuai dari tujuan dari ibadah haji tersebut, misal ketika tahu waiting list di Jakarta lama akhirnya banyak yang pindah mendaftar hajinya di kota yang bisa lebih cepat memberangkatkan dirinya sehingga dibuatkanlah ‘KTP Tembak’ agar bisa mendaftar di kota atau daerah tersebut. Atau ada juga yang ‘bermain mata’ dengan oknum travel sehingga dirinya bisa mendapatkan kouta haji tahun ini atau mungkin ‘menyogok’ oknum instansi yang mengurus masalah haji sehingga dapat lebih cepat keberangkatannya dan lain sebagainya.
Itulah fenomena-fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan ibadah haji.Entah itu sudah menjadi hal yang lumrah di negeri ini atau memang kurangnya ilmu tentang cara dan syarat-syarat yang memungkinkan kita untuk bisa mendapatkan haji yang ‘mabrur’. Banyak dari kita yang tidak memperdulikan segala hal yang membuat pelaksanaan haji kita bisa mabrur, lebih sempurna, lebih baik dan benar-benar menjadi kafarat (penghapus) dosa-dosa kita. kita tidak memperdulikan itu, yang penting orang memanggil kita dengan sebutan pak atau bu haji, yang penting semua rukun Islam sudah kita jalankan dan kewajiban telah digugurkan. Bahkan banyak juga diantara kita yang tidak mempersiapkan diri dengan baik, belajar manasiknya tidak lengkap, kesehatan tidak dijaga bahkan bekal yang berupa materi pun tidak dipersiapkan. Kalau demikian yang terjadi, bagaimana kita dapat melaksanakan rukun dan wajib haji dengan sempurna?. Belum lagi masalah uang yang disetorkan untuk pelaksanaan ibadah haji, banyak dari kita yang tidak peduli uang yang kita setorkan ke tabungan haji bersumber dari yang halal atau yang haram. Al-Ustadz Muhammad Rusli Amin, dalam
bukunya ‘Misteri Wukuf di Arafah’, menjelaskan bahwa bekal harta yang halal menjadi syarat mutlak untuk berhaji. Ketika seseorang berhaji dengan nafkah yang diperoleh secara baik atau halal, lalu mengendarai kendaraannya kemudian mengucapkan Labbaika Allahuma Labbaika, maka para penghuni langit akan menjawab: “Semoga kedatanganmu diterima dan Allah yang Maha Penyayang
akan melimpahkan anugerah kepadamu. Karena bekalmu halal, kendaraanmu halal dan ibadah hajimu diterima dan bebas dari dosa.” Sebaliknya ketika berangkat haji dengan bekal yang diperoleh secara haram, ketika bertalbiah, maka penghuni langit menjawab: “Semoga panggilanmu tidak didengar dan kedatanganmu tidak diterima, dan Allah yang Maha Penyayang tidak akan melimpahkan anugerah kepadamu. Bekalmu haram dan kendaraanmu haram, dan ibadah hajimu ditolak.”
Saudaraku, Ibadah haji berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya, karena tempat dan waktu pelaksanaannya sudah ditetapkan dan tidak bisa diganti dengan tempat dan waktu yang lain, beda dengan ibadah-ibadah yang lain yang bisa dilaksanakan dan diganti di tempat atau waktu yang berbeda, misal Puasa Ramadhan, ketika seseorang tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan karena sakit atau karena sebab yang lain, maka puasa itu bisa diganti dan dilaksanakan di bulan yang lain. Dan ibadah haji itu bukan hanya ibadah fisik, namun juga ibadah hati. Oleh karena itu, diperlukan persiapan yang benar-benar baik. Banyak diantara kita yang apabila ditanya apakah ingin berangkat haji? Jawabannya mau, tapi niat dan ‘azzamnya tidak kuat. Sehingga sampai detik ini pun tidak pernah membuka rekening haji atau menabung untuk Ongkos Naik Haji (ONH). Kalau saya suka mengatakan bahwa tabungan haji ini merupakan bukti niat dan ‘azzam kita kepada Allah SWT. Jadi ketika kita sudah lebih dahulu wafat sebelum berhaji, maka tabungan ini bisa jadi bukti kita kepada Allah SWT bahwa sungguh kita telah sangat berniat dan ber’azzam menunaikan ibadah haji. Dan seperti ketika saya mengatakan dalam tulisan tentang berkurban. Sungguh berhaji inipun bukan hanya kewajiban bagi orang yang sudah tua saja atau yang sudah menikah lama, tapi juga bagi saudaraku pegawai muda yang baru menikah ataupun yang masih lajang, bukalah tabungan haji disamping tabungan lainnya untuk masa depan. Dan semakin muda melakukan ibadah haji itu jauh lebih baik daripada melakukan pada saat tua, karena ibadah haji sungguh memerlukan fisik yang prima. Dan pandangan tentang berhaji sebaiknya dilakukan di saat tua atau setelah pensiun karena kalau sudah melaksanakan haji apalagi di waktu muda sudah tidak boleh berbuat macam-macam lagi, ini harus dihilangkan. Justru dengan berhaji di waktu muda, menyebabkan kita mempunyai tameng dan juga rambu-rambu agar kita dapat hidup secara baik dengan menjaga kehormatan diri dengan menjauhi kemaksiatan dan dosa. Yuk… saudaraku mari bersama-sama menabung untuk ibadah haji, sungguh ini merupakan tanda syukur kita atas rezeki yang kita terima dari Allah SWT lewat perusahaan ini. Oh ya saya lupa, bagi saudaraku yang orang tuanya belum berhaji sebaiknya tabungannya untuk orang tua kita dulu ya, syukur-syukur kita mampu menabung untuk diri kita dan mereka. Coba bayangkan, betapa bahagianya orang tua kita ketika kita bisa memberangkatkan mereka berhaji? Sungguh tidak ada hadiah terindah bagi orang tua yang beriman kecuali bisa menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Kalau mereka telah wafat, dan semasa hidupnya mereka ingin sekali berhaji, tidak salahnya juga kalau kita memba’dal haji untuk mereka. Maaf saudara, kalau saya sudah membicarakan orang tua sungguh saya sangat antusias disamping juga terharu, karena bukanlah kita anak yang sholeh/ha kecuali kita bisa membahagiakan mereka dan merekapun ridho kepada kita. “Dan karena Allah, diwajibkan bagi manusia menunaikan haji di Baitullah, bagi siapa yang mampu menempuh jalannya, siapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari seluruh alam” (QS.Ali ‘Imran (3): 97)

Pasrah diri hanyalah kepada Ilahi, bukan untuk urusan di dunia ini yang kita merasa tak mampu menghadapi